Perjuangan Masuk Kampus Lipia Jakarta

Cerita ini adalah cerita yang saya berikan kepada komunitas HIMA sastra arab LIPIA yang waktu itu mengadakan acara menulis, Alhamdulilah cerita ini menjadi menjadi pemenangnya, dan semoga bisa diambil manfaatnya bagi siapapun yang ingin memabaca. 

Saya post hari ini, sabtu, 2 desember 2023. Saya sengaja post hari ini karena saat itu saya masih tidak memliki keberanian, tapi setelah kondisi sekarang saya pikir ini akan bermanfaat setidaknya untuk pengingat diri, dan warisan untuk anak-anakku kelak. Hari ini saya adalah penerima beasiswa s2 Universitas Islam International Indonesia, setelah 6 bulan lulus dari kampus LIPIA jakarta. Bangga sekali jadi lulusan LIPIA, dan saya ingin siapapun yang sedang berjuang tetap semangat memperjuangkan mimpinya,

Semoga kisah dibawah ini bisa bermanfaat ^^


Aku dan Lipia

Awalnya, aku tidak pernah mengenal lipia, tidak juga punya cita-cita masuk lipia, tidak juga tahu bagaimana caranya masuk ke lipia. Awal lulus dari pesantren hanya terbesit dalam benak, aku harus kuliah. Dimana? entahlah, mengingat orangtua tidak mampu membiayaiku kuliah di kampus, mau tidak mau suka tidak suka aku harus berjuang mencari beasiswa atau bekerja untuk membiayaiku kuliah

Keluar dari pesantren yang tidak tahu banyak tentang dunia luar dan internet sangat-sangat sulit sekali mendapatkan informasi. jangankan meng-explore dunia luar, pergi ke jakarta saja  masih ada rasa takut. Buat anak kampung sepertiku naik kereta listrik saja masih gemeteran takut nyasar. 

Dari anak kampung lulusan pesantren ditambah prestasi buruk seperti saya, rasanya mencari beasiswa adalah hal gila mengingat setiap kampus pasti mensyaratkan catatan akademik yang baik dan kecerdasan yang tinggi. Namun meski begitu, langkah kaki dan hati tetap mengayun demi sebuah harapan untuk menjalankan kewajiban yang Allah bebankan untuk hambanya "menuntut ilmu". 

Dalam do'aku selalu dan selalu ku ucap "Rob, bukankah engkau telah mewajibkanku untuk menuntut ilmu, maka izinkanlah aku melanjutkan pendidikan di kampus manapun yang engkau ridhoi".

Hari demi hari aku lewati dengan terus mendatangi warnet-warnet sekitar kecamatan. Didesa dimana saya tinggal tidak ada warnet ataupun sinyal. Aku sendiri tidak punya handphone android untuk sekedar googling mencari informasi. Meski demikian, Aku mendapatkan informasi banyak dari warnet seputar beasiswa dalam negri maupun luar negri. Kebanyakan informasi mensyaratkan nilai rapot dan juga kemampuan bahasa inggris. 

Minder dan semangat terus berperang dalam jiwa ini, jika dikalahkan minder biasaya kuhamparkan sajadah dan kuucap kembali do'a pamungkasku "Rob, aku yakin engkau adalah rob yang maha pengasih dan maha penyayang, engkau mewajibkan kami untuk menuntut ilmu, maka izinkanku mendapatkan kesempatan menuntut ilmu di kampus itu". 

Nilai dan rangking semasa SMA di pondok pesantren selalu antara rangking duapuluhan atau belasan. Prestasi tertinggi pada saat itu hanya sampai rangking ke tujuh, itupun hanya sekali saja. Bisa dibayangkan betapa jeleknya nilai yang kudapatkan selama mondok dipesantren. 

Keinginan kuliah memang sudah menancap didalam hati semenjak bapak meninggal dunia. Aku kira, bapak yang masih muda bisa memastikan anaknya kuliah sampai sarjana bahkan sampai ke jenjang pernikahan. Takdir berkata lain, dan bapak sudah tiada. Kesempatanku meraih masa depan benar-benar dipertaruhkan. 

Kuliah adalah satu-satunya cara agar tetap bisa hidup tanpa membebani ibu, dan beasiswa adalah jalan satu-satunya untuk meraih itu, dan Allah adalah satu-satunya nama terbaik yang harus selalu kuyakini agar mimpi berkuliah ini bisa terwujud. 

Dari seorang anak yang tidak berprestasi ini, hanya ada satu kekuatan yang paling bisa diandalkan ketika kekuatan lainnya tidak bisa dipercaya. Otak tidak pintar, prestasi tidak punya, keluarga tidak ada yang mendukung, maka jika ombak dan lautan mengepung nyawa, awanpun menghitam menyeramkan, petir menggaung membuat hati takut, pada saat itu kata terindah yang membuat hati tenang adalah kata 

YA ALLAH...

Hanya ikhtiar yang bisa ku lakukan. Gerakan-gerakan apapun yang bisa kulakuakan tidak pernah luput atau alpa selama aku mampu. Hati selalu dipenuhi harapan-harapan.  Setiap hari harapanpun redup dan terang berubah silih berganti. Rasa minder dan semangat terus berperang. Namun selama dzikir mengingat kebesaran dan kekuasaan Allah lebih banyak terucap maka semua do'a dan pengharapan adalah pemenangnya. 

Pagi itu, sebelum subuh aku diantarkan oleh teman sekampung ke jakarta untuk memasukkan berkas pendaftaran, menaiki KRL, sambil sesekali bertanya kepada penumpang lain, berapa gerbong lagi untuk sampai ke stasiun pasar minggu. bertanya lagi dan lagi. Terlihat sekali rasa gelisah dan noraknya anak dari kampung yang sedang ke jakarta ini. Sesekali temanku menegur untuk jangan banyak bertanya, tapi entahlah aku asik dengan bertanya walaupun konyol, sehingga penumpangpun malah banyak bertanya dan asik mengobrol denganku. 

Pendaftaran lipia zamanku, tidak menggunakan pengriman berkas lewat internet seperti sekarang. Dulu, kita harus datang langsung ke lipia bahkan melihat hasil pengumuman lulus pun harus di lipia langsung yang di tempel di mading dekat pos satpam. Berbeda dengan sekarang yang sangat mudah dan nyaman. 

Kedatanganku ke LIPIA untuk pertamakalinya gagal karena pendaftar terlalu membludak. Berkas tidak sampai ketangan panitia, dan aku menginap di masjid sekitar lipia bersama teman-teman lain yang baru saja aku kenal. Esok harinya, aku kembali ke LIPIA untuk mencoba daftar lagi, mengingat kuota pendaftaran yang dibatasi rasa khawatir mulai muncul dan do'a-do'apun kupanjatkan. 

Lahaula wala quwwata illa billah.. 

Kecewa seribu kecewa, berkasku gagal lagi masuk ke panitia karena pendaftar yang justru semakin banyak dari hari sebelumnya. Lagi-lagi aku harus menginap di jakarta. Kali ini aku menginap di rumah teman yang baru saja kukenal yang rumahnya tidak jauh dari kampus. 

Esok harinya, LIPIA memang sedang tutup weekend, alhasil hari itu aku nganggur dirumah teman yang baru sehari aku kenal. Kami menghabiskan waktu main di jakarta dan masjid istiqlal. Karena sama-sama merasa kecewa dengan kegagalan kami dalam memasukkan berkas, kami berniat esok hari di hari terakhir pemasukan berkas untuk datang di subuh hari. 

Naas, dan sangat menyakitkan, berkasku jatuh diperjalanan bersamaan dengan berkas-berkas temanku. Hanya tersisa ijazah ku dan yang lainnya entah dimana. Beruntung semua berkas itu hanya photokopian kecuali SKCK yang mengurusnya saja sangat melelahkan sekali. 

Temanku mulai putus asa, dan akupun demikian. Masih ingat dibenakku, dia berkata "Sepetinya aku tidak akan daftar lipia". Aku hanya mengatakan, jangan menyerah dulu coba dulu urus berkasnya kembali dan daftarlah lagi, siapa tahu masih ada rizki untuk bisa kuliah disana. Dia meminta maaf padaku karena berkasku juga hilang karena keteledorannya yang tidak menutup seleting tasnya, dimana berkasku juga ada disana kutitipkan.

Tentu saja aku memaafkan temanku, aku anggap itu hanya musibah, aku juga mengingatkan kepadanya aku ikhlas dan semoga besok kita sama-sama ke lipia lagi untuk daftar, lalu aku segera pamit untuk pulang mengurus kembali SKCK, surat sehat, dan memphotokopi semua yang hilang. Akhirnya aku pamit dan tak kusangka itu adalah pertemuan singkatku dengannya hingga saat ini aku kehilangan kontak. 

Perjuangan itu, ku mulai kembali. Mengurus berkas mulai dari photo, SKCK, surat rekomendasi, surat keterangan sehat dan lainnya. Alhamdulillah aku bersabar dan bisa melewati masa-masa ini. Mengerjakan dua kali untuk satu tujuan yang sama, membuat bapak polisi yang membuatkan SKCK menyindirku dengan berkata 'MAU KULIAH DIMANA SIH, RIBET AMAT" dan juga kalimat yang tidak pantas yang tidak akan ku sebut disni. Tak apalah, aku tak peduli. 

Sinkat cerita aku berhasil memasukkan berkas ke kantor lipia. Lega rasanya meski baru lolos berkas, masih ada ketegangan lain yang aku tunggu, yaitu testing LIPIA. Tidak banyak cerita disini, aku jalani seadanya, semampunya yang bisa, dan selebihnya aku berserah diri pada Allah.

Masa menunggu hasil pengumuman kelulusan lipia tebilang cukup lama. Selama menunggu aku hanya diam dirumah, membaca buku, menghafal qur'an, dan memikirkan kemungkinan-kemungkinan yang terjadi kedepannya. Aku mulai mengkhawatirkan bagaimana kehidupanku dijakarta, mengingat beasiswa tidak langsung turun, dan dengar-dengar tidak turun setiap bulan melainkan digabungkan tiga bahkan empat bulan sekali. 

Keputusanku untuk mandiri memang sudah bulat, dari sinilah aku sudah berniat bekerja selama aku kuliah di LIPIA. Selama masa menunggu kelulusan, aku hanya bisa memperbaiki ibadahku dan memperbanyak do'a. Tak lupa meminta do'a kepada ibu setiap hari dan malamnya. Disinilah aku menyadari kekuatan do'a ibu yang sangat besar pengaruhnya. Bisa jadi aku lulus bukan karena do'a dan usahaku yang sedikit, melainkan do'a ibu yang selalu terpanjat

Sangat jelas teringat, malam dan siang ia selalu khawatir dan menetaskan air mata khawatir kalau-kalau anaknya tidak punya masa depan. Setiap hari disepertiga malam bangun untuk mendo'akanku agar lulus di kampus yang sudah ia tahu namanya LIPIA. Nama itulah yang juga sering ia sebutkan berulang dalam do'anya. kata ibu. 

Hari-hari penantian itu, aku sibukkan juga dengan mencari lowongan pekerjaan yang bisa kulakukan sambil kuliah. Banyak sekali pilihannya sampai-sampai aku tidak tahu harus memilih yang mana dan bagaiman caranya. Mencari di warnet membuatku lebih ahli dalam menggunakan internet bahkan sampai sekarang. Aku jadi suka dunia blog berkat wasilah coba-coba itu. Alhamdulllah, hikmahnya meski aku gagal mendapatkan pekerjaan aku tetap mendapat manfaat dari usaha-usaha itu. Ini yang membuatku semakin yakin, bahwa tak ada usaha yang kita kerahkan kecuali ada setitik manfaat yang kita dapatkan. 

Pengumuman kelulusanpun tiba, seperti biasa aku kejakarta di temani oleh tamanku di kampung. Sesampainya disana, aku lihat banyak mahasiswa berlalu lalang di sekitar lipia. Rupanya mereka adalah mahasiswa LIPIA yang sudah lama belajar disini. Di pojok pos satpam itu, kuliah banyak orang yang sedang mencari namanya di papan pengumuman. Oh, ternyata disana papan pengumuman nama-nama yang lolos masuk LIPIA. 

Gemetar tanganku menunjuk nama-nama dari angka satu sampai sepuluh, belasan, puluhan, ratusan, ya Allah tidak ada. Rasa khawatir mulai menggejolak. Takut, dan lemas. Ah, mungkin ada di bawah, akhirya ku kuteruskan mencari ke nomor seratus, duaratus, tidak ada juga. Disini hatiku mulai tegar, dan sudah mentabahkan diri, kalaupun tidak ada, ya tidak apa-apa. Aku akan coba kampus lain. 

Jariku masih menunjuk nomor urut itu, hingga tepat di angka tiga ratus dua puluh, huruf syin, dan dua belas angka nomor ujianku, "Syaikhu Badruddin". alhamdulillah aku lulus. Alhamdulillah, Alhamduillah, Alhamdulillah,  Terimakasih ya Allah. Betapa maha penyantun-nya engkau, mengabulkan do'a tanpa memilah milih, mengasihi, menyayangi yang lemah, mengabulkan setiap hajat, tiada tuhan selain engkau, rob seru sekalian alam. 

Sujud syukur ku lakukan setiap saat, dirumah, di masjid, dimanapun selama beberapa hari. Bersamaan dengan pengumuman kelulusanku, aku juga mendapatkan pengumuman kegagalanku di universitas-universitas negeri lainnya yang aku coba daftarkan. Peristiwa kegagalan ini tidak berarti bagiku, mengingat kampus LIPIA adalah kampus terbaik dimataku, dimata ibuku, bahkan di mata Allah. Karena inilah taqdir yang kuminta dalam setiap do'aku dikala ku berdo'a "YA Allah tempatkanlah aku ditempat terbaik menurutmu". ternyata inilah yang terbaik.

Hari ini, adalah tahun terakhirku dilipia. Banyak sekali kenangan yang tergores dalam sejarah hidupku selama dilipia. Seperti biasanya, aku bukanlah orang hebat selama dikampus. Tidak pandai mendekati dosen, tidak begitu pandai dalam meraih nilai mumtaz, dan banyak kekurangan lainnya. Meski begitu, aku selalu yakin ada hal lain yang jauh lebih penting dan lebih berharga dari itu semua, yang tidak berhubungan dengan kepintaran, kecerdasan, nilai, baik kita dapatkan di dalam kampus LIPIA atau diluar saat membawa almamater LIPIA.

Melihat kisahku diatas, aku semakin yakin kalau keberhasilan seseorang tidak melulu karena kepintaran, kepandaian, relasi, dan opini umum lainnya. Masih ada kemungkinan-kemungkinan lain yang bisa jadi lebih baik. Karena itu jangan mudah menghakimi kekurangan seseorang dan mudah mempercayai seseorang karena dari satu aspek. Selain itu, jangan sampai meremehkan diri sendiri selama kita masih punya iman. Ada Allah disetiap kesukaran dan juga kebahagiaan kita. 

Selama membawa nama baik LIPIA, mengenakan almamater LIPIA, banyak kemudahan dan  pengalaman berharga yang sangat bernilai untuk hidupku. Mulai dari bekerja, mengajar, membantu mendirikan rumahtahfidz, pertukaran pelajar keluar negri, kegiatan menghafal qur'an, bahkan sampai menikah gratis-pun bisa jadi AKU BERUNTUNG KARENA MENGENAKAN ALAMAMATER LIPIA. Bukan aku yang hebat tapi LIPIA yang hebat, dan dibalik itu semua adalah ALLAH yang maha kuasa atas segala sesuatu, bukan karena kemampuan atau kecerdasan kita. Sekali lagi, yakin-lah pada Allah, seberapa besar keyakinanmu padaNYA sebesar itulah keajaiban datang menyapa hidupmu. 

Terakhir 

Buat teman-teman yang ingin mendaftakan diri di LIPIA semangat terus berjuang, jika tidak lulus di LIPIA itu artinya ada tempat yang terbaik untukmu menurut Allah. 

Jika lulus masuk LIPIA, ingatlah LIPIA bukan jaminan kamu masuk syurga atau jaminan keimanan. Jangan mudah puas, ada banyak hal diluar LIPIA yang bisa kamu pelajari, sambil membawa almamater LIPIA pastinya ada kemudahan-kemudahan yang Allah tunjukan selama kamu berjuang. Bagaimanapun juga, ilmu yang didapatkan di LIPIA bukan untuk ajang pertunjukan melainkan untuk di amalkan

Jika kamu merasa tidak layak masuk LIPIA karena kurang pasih bahasa arab, nilai akademik kecil, atau tidak punya banyak prestasi, jangan minder yah. Karena LIPIA itu serba tidak pasti,(hhe, ini opini) banyak juga yang pintar bahasa arab, hafidz qur'a pula tapi tidak lulus, dan banyak juga yang biasa-biasa aja tapi lulus. Taqdir ditangan Allah. Mungkin ini yang paling relate dengan pengalaman saya pribadi. hhe.

Demikian semoga bermanfaat, dari orang yang biasa-biasa saja

Syaikhu Badruddin

 

 

BIODATA 

Nama: Syaikhu Badruddin

Jurusan : Qismullugoh semester 7 (saat menulis cerita ini)

Domisili: Bogor 

 

 







Demikian kisahku, yang kutulis saat itu. Semoga bisa bermanfaat, jika ada kata kata yang kurang berkenan mohon dibukakan pintu maaf.!

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 


Syaikhu Badrudddin
Hanya pembelajar biasa. Yuk belajar bareng Minimal tiap hari "berusaha" lebih baik.

Related Posts

Post a Comment